LIONTIN (Adaptasi Film Cinderella)



LIONTIN
(Adaptasi Film Cinderella)

Sang ibu menepuk-nepuk punggung kedua anaknya dengan kasih sayang yang sedang tertidur pulas diselimuti dengan sebuah selimut tebal yang membuat mereka merasa hangat walaupun pendingin ruangan menunjukkan dua puluh empat derajat celcius. Setelah merasa anak-anaknya telah teriring ke dalam alam mimpi, ia tersenyum sebelum beranjak dari tempat tidur kedua anak perempuan kembarnya yang berusia 8 tahun, Adena dan Adelia. Malam telah menunjukan pukul 9, sudah saatnya ia juga mengistirahatkan tubuhnya setelah menjalani berbagai pekerjaan rumah hari ini, maklum, ia adalah seorang ibu rumah tangga. Tak lupa ia meminum beberapa pil obat sebelum tidur karena 1 tahun sebelumnya ia didiagnosis terkena kanker stadium 3 yang mengharuskannya untuk menjalani terapi setiap 2 minggu sekali dan meminum beberapa butir obat setiap harinya. Walaupun begitu, suami dan kedua anaknya terus mendukung untuk kesembuhan ibunya tercinta agar terbebas dari penyakit tersebut.
Takdir berkata lain, ibu dari Adena dan Adelia menutup mata disaat mereka hampir berumur genap 10 tahun. Seluruh anggota keluarga merasa kehilangan atas meninggalnya ibu mereka, tetapi Adelia lah yang merasa paling kehilangan ibunya karena bagaimanapun Adelia adalah anak terakhir yang manja apalagi jika bersama dengan ibunya. Hanya sebuah liontin pemberian ibunya yang dapat ia pandangi setelah ketidakhadiran ibunya. Itu adalah liontin berbentuk hati yang di dalamnya terdapat foto Adelia saat berumur 3 tahun di satu sisi dan foto ibunya di sisi yang lain. Bahkan kakaknya –Adena, tidak mendapat liontin yang sama dan itu sempat membuat dirinya iri terhadap Adelia karena semasa hidup ibunya memberi perhatian yang lebih kepada adiknya. Walaupun begitu, Adena tetap menyayangi ibunya tersebut.
Setelah menjalani kehidupan yang sulit selama kurang lebih 5 tahun tanpa kehadiran seorang ibu, ayah mereka memutuskan untuk menikah dengan salah seorang teman lamanya. Adena merasa inilah saatnya mencari perhatian yang lebih dari ibu tirinya dan seiring berjalannya waktu, ia dan Adelia mulai bisa beradaptasi dengan ibu barunya. Tetapi, Adelia terkadang masih sering memikirkan ibunya, ia bahkan sering menangis di tengah malam karena selalu terbayang wajah orang yang sangat dirindukannya itu. Untung saja ia tidak lagi sekamar dengan kakaknya dan lebih memilih untuk merawat seekor kucing di kamarnya yang ia beri nama Ponta. Dengan begitu ia bisa mencurahkan isi hatinya dengan menangis tanpa ada orang lain yang terganggu.
Hari mulai berganti, matahari pun masih memancarkan sinarnya. Begitu pun dengan keluarga mereka, ayahnya terus disibukan dengan berbagai pekerjaan yang harus diselesaikan sehingga terkadang harus pergi ke luar kota untuk beberapa hari bahkan bisa sampai seminggu. Ayahnya merasa sulit jika harus meninggalkan istri dan anak-anaknya di rumah tetapi itu adalah suatu kewajiban untuknya dan ia juga percaya bahwa istrinya dapat mengurus segala sesuatu ketika ia sedang tidak di rumah. Ada satu hal yang ayahnya tidak ketahui, seiring berjalannya waktu, Adelia sering diperlakukan tidak adil oleh ibu tirinya bahkan kakaknya pun sempat memperlakukannya secara tidak adil. Ibu tirinya lebih menyayangi Adena dibanding Adelia karena Adelia sering kali membawa-bawa nama ibu kandungnya saat mereka sedang berkumpul bersama, dan itu yang membuat ibu tirinya tidak suka dengan Adelia.
Ketidakadilan terus dialami oleh Adelia selama 2 tahun. Disaat ayahnya pergi ke luar kota untuk menjalani tugas, kakak dan ibu tirinya seringkali memperlakukan Adelia dengan seenaknya seperti menyuruhnya melakukan semua pekerjaan rumah dan jika tidak dilakukan maka ia akan dipukul dengan menggunakan sapu. Ia ingin sekali melaporkan segala perbuatan yang dilakukan kakak dan ibu tirinya ke ayahnya, tetapi ibu tirinya terus-menerus mengancam akan menyakiti ayahnya jika segalanya terbongkar. Itulah yang membuat Adelia memilih untuk membungkam mulutnya agar ayahnya tidak disakiti. Tak hanya di rumah, di sekolah Adelia pun kadang diperlakukan seenaknya oleh kakaknya sendiri. Jika bukan kalau wajah mereka yang kembar, kakaknya enggan mengakui Adelia sebagai kembarannya.
Hari yang ditunggu telah tiba setelah mereka menyelesaikan sekolah selama 3 tahun di SMA, itu adalah Prom Night. Sehari sebelum prom, ayahnya memberikan gaun untuk mereka datang ke prom dengan model gaun yang sama tetapi warna yang berbeda. Ayahnya lagi-lagi harus menjalankan tugas di luar kota pada hari tersebut. Tanpa diketahui siapapun, kakak dan ibu tiri Adelia merusak gaun yang hendak digunakan Adelia pada malam nanti dengan begitu ia tidak bisa datang ke prom. Dari pagi hingga sore, ia terus diberikan pekerjaan mulai dari mencuci baju, mencuci piring, membersihkan setiap ruangan, dan lainnya yang membuat Adelia lupa akan gaun yang akan dipakainya nanti.
Adena sudah siap dengan gaun indah dan polesan di wajah serta riasan di kepala yang membuat dirinya semakin cantik. Ia sengaja pergi lebih dulu ke prom dengan diantarkan oleh ibunya pada pukul 6.30 malam. Adelia hendak bersiap-siap, ia terkejut saat menemukan gaunnya telah dirobek dibeberapa bagian. Ia tidak akan mungkin bisa memakai gaun tersebut dan ia juga tidak memiliki gaun lain untuk dipakai. Akhirnya, ia membawa gaun tersebut ke kamarnya dan lebih memilih menangis di sudut kamar. Kucingnya, Ponta, yang selalu ada untuknya juga ikut menemani Adelia disaat ia menangis.
Adelia tidak tahu harus berbuat apa, ia tidak tahu harus memakai baju apa dan bagaimana caranya untuk pergi ke sana karena ia tahu bahwa kakaknya sudah lebih dulu berangkat. Secercah cahaya menghampirinya dan menampakkan wujud aslinya –seorang ibu peri. Adelia sontak terkejut dan juga takut akan wujud yang berada di depannya itu. Tapi ibu peri mengatakan bahwa ia ingin membantunya untuk pergi. Dalam sekejap, gaun yang tadinya tidak terbentuk karena telah dirobek berubah menjadi gaun yang cantik. Ibu peri juga mengatakan bahwa ia akan merubah kucingnya menjadi mobil yang akan mengantarkan ke tempat diadakannya prom tersebut. Setelah bergegas memakai gaun dan memoles wajahnya yang cantik, ia segera masuk ke dalam mobil yang telah disiapkan. Adelia memakai liontin pemberian ibu kandungnya sebagai hiasan. Ibu peri memperingatkan bahwa semuanya hanya akan bertahan hingga pukul 10 malam. Ia harus kembali ke rumah sebelum jam 10 malam.
Sudah banyak siswa yang menghadiri dan mengisi kekosongan aula hotel tempat prom diadakan, begitu juga Adena. Semua siswa tampak menawan dengan gaun dan setelan jas. Waktu pun berlalu, pada saat pembawa acara akan memulai prom malam itu, pintu pun terbuka dan menampilkan sesosok gadis cantik berbalutkan gaun dengan warna yang setara dengan kulit putihnya tersebut. Sontak semua orang menoleh kepadanya. Itu adalah Adelia. Kakaknya pun sempat terkejut dan terheran-heran saat melihat adiknya datang. Ia memasang ekspresi tidak suka kepada adiknya tersebut. Akhirnya, acara pun dimulai. Saat bagian berdansa pun tiba, ada seorang lelaki yang mengajak Adelia berdansa, ia adalah El. El merasa terpesona oleh penampilan Adelia. Ia pun mengiyakan permintaan El. Mereka pun berdansa dan sempat mengobrol bersama. Ada kalimat yang disampaikan oleh Adelia yaitu, “Masa lalu bisa saja membuat kamu terluka. Tapi kamu harus bisa lari dan belajar dari semua itu.” Kalimat tersebut membuat El merasa terkesan dengan Adelia. Waktu berlalu begitu cepat, sampai Adelia pun baru menyadari bahwa pukul 10 malam pun tiba. Ia bergegas berlari sebelum semuanya kembali seperti semula. El merasa kaget karena Adelia terburu-buru keluar dari aula, bahkan ia belum sampat menanyakan siapa nama gadis itu. Tanpa sadar liontin milik Adelia terjatuh karena tersangkut, ia tidak menyadarinya sampai ia tiba di luar hotel, tetapi ia tidak mungkin kembali ke dalam aula karena semuanya telah kembali seperti semula, gaunnya dan juga kucingnya. Ia menangis sepanjang perjalanan karena liontin itu adalah barang satu-satunya sepeninggalan ibu kandungnya.
Di lain tempat, El bertanya-tanya siapakah nama asli pemilik liontin itu. Ya. Ia menemukannya sesaat setelah gadis tersebut keluar dari aula. Berhari-hari ia menanyakan kepada teman-temannya siapakah pemilik liontin tersebut karena gadis itu telah membuat El jatuh cinta pada pandangan pertama. Seminggu setelah acara prom, El mendatangi rumah Adena dan Adelia untuk menanyakan tentang kepemilikan liontin itu. Adena membukakan pintu untuk El, dia tersenyum puas karena sejak lama ia telah menyukai El. Saat sang lelaki menanyakan perihal liontin, sang gadis pun menjawabnya dengan anggukan dan pada saat itu juga mereka berdua menjadi sepasang kekasih. Adelia yang melihat kejadian tersebut dari belakang dinding mulai menangis tersedu-sedu karena ia lah pemilik asli dari liontin tersebut. Adelia juga diancam untuk tidak mengatakan apapun kepada El atau muncul dihadapan El.
El mengantar Adena pulang ke rumah setelah seharian mereka pergi keluar dihari ketujuh sebagai sepasang kekasih. El beristirahat sejenak di sofa di rumah Adena dan terlihat Adelia sedang membersihkan lantai. Adelia hendak beranjak dari tempatnya, tetapi langkahnya terhenti ketika El menanyakan kepada Adena tentang kalimat yang pernah diucapkan Adelia pada saat malam prom karena El sangat tersentuh dengan kata-kata tersebut. Adena yang sampai saat ini berpura-pura menjadi Adelia sontak kaget atas pertanyaan yang dilontarkan El. Ia menggaruk-garuk kepalanya dan memberikan alibi bahwa ia lupa dengan kalimat tersebut. Adelia yang mendengar pembicaraan mereka langsung menanggapi, “Masa lalu bisa saja membuat kamu terluka. Tapi kamu harus bisa lari dan belajar dari semua itu.” El pun menoleh kearah datangnya suara itu. Itulah kata-kata yang hendak ia ingin dengar. Disaat itu pula ia merasa telah dibohongi oleh Adena yang berpura-pura sebagai Adelia. Ia melepas liontin yang dipakai Adena dan langsung mendatangi Adelia yang berdiri terpaku dan memegang sapu. Lantas ia pun memakaikan liontin tersebut kepada pemilik aslinya, Adelia. Adena yang melihat kejadian itu terus menunjukan ekspresi tidak suka kepada kedua orang tersebut. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya dan tidak mengatakan sepatah kata apapun.
Hari-hari pun berlalu, tetapi itu hari yang berbeda menurut Adelia. Ia tidak lagi diperlakukan seenaknya oleh kakak dan ibu tirinya karena ia telah melaporkan semua kejadian kepada ayahnya. El lah yang membantu Adelia agar ia tidak perlu merasa takut untuk melaporkan semua yang terjadi atas dirinya. Kakak dan ibunya pun telah meminta maaf dan menyesal dengan apa yang sudah mereka lakukan. Ayahnya tidak mengambil jalur hukum mengingat mereka adalah keluarga dan Adelia juga memaafkan semua yang telah terjadi. Mereka semua pun hidup dengan tentram seperti layaknya keluarga bahagia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dwidaya Branch Margo City

The Indonesian Hakka Museum